Memilah Sampah; Refleksi Selama Empat Tahun

Sudah lebih dari 4 tahun terakhir, keluarga kami aktif memilah sampah di rumah. Keputusan itu diawali dengan kekecewaan kami pada tukang sampah langganan yang menurut kami tidak kooperatif. Suatu ketika, kekecewaan kami memuncak sehingga saya memutuskan untuk tidak lagi berlangganan sampah. Saya mengutarakan kepada suami rencana untuk memulai memilah sampah dan menyetorkan sampah-sampah daur ulang ke bank sampah. Sedangkan sampah organik kami buang di komposter sederhana yang terletak di halaman belakang rumah.

Pada awalnya kami sedikit kebingungan harus memulai dari mana. Akhirnya saya membeli beberapa bak sampah besar dan sampah kami pilah menjadi 3 kategori yaitu plastik, kertas dan kotak susu. Anak-anak saya ajarkan untuk memperhatikan jenis sampah yang mereka buang. Asisten rumah tangga saat itu juga saya libatkan untuk aktif memilah sampah. Setelah berjalan beberapa waktu, saya mulai memburu bank sampah di sekitar lingkungan dan akhirnya saya menemukan bank sampah terdekat yaitu di daerah perumnas condong catur yang berjarak sekitar 3 kilo dari rumah.

Tibalah waktu menyetorkan sampah yang sudah kami kumpulkan. Saat dicek oleh petugas, ternyata sampah kami masih banyak yang menjadi satu. Misalnya plastik dibagi-bagi ke dalam beberapa kategori. Kemudian petugas mengingatkan agar single-use plastic yang biasanya dipakai untuk membungkus sambel, kecap dan sejenisnya harus dicuci bersih sebelum disetor. Setelah setoran pertama, bak sampah di rumah kami menjadi bertambah dan kami selalu membiasakan mencuci dan mengeringkan sampah sekali pakai.

Setelah beberapa lama menjadi nasabah bank sampah, kami beralih ke layanan jemput sampah, Rapel. Rapel ada layanan jemput sampah berbasis aplikasi yang memberdayakan para pengepul sampah di kota Yogya dan sekitarnya. Saat kota Yogya dilanda masalah sampah, Rapel adalah salah satu “penyelamat” warga yang kebingungan membuang sampah. Pada dasarnya layanan Rapel hampir serupa dengan bank sampah konvensional. Setiap sampah yang kami setorkan, akan dihargai senilai beberapa ratus rupiah per kilogram, tergantung jenis.

Pada awalnya Rapel menerima berbagai jenis sampah. Namun semakin kemari, jenis sampah yang diterima oleh Rapel semakin sedikit. Saya kecewa. Tapi apa boleh buat. Alasan mereka karena beberapa jenis sampah plastik, termasuk single-use plastic, sudah tidak bisa lagi dijual ke pengepul yang lebih besar. Puncak kekecewaan saya adalah saat Rapel menghapus sampah kemasan tetra-pack dari daftar sampah yang dapat diterima. Padahal saat saya cek website tetrapak, Rapel masih tertera menjadi mitra Tetrapak yang menerima segala macam kemasan Tetrapak bekas.

Kemudian saya mengirimkan email kepada pihak Tetrapak dan meminta mereka memperjelas status rapel sebagai mitra. Saya juga berkorespondensi dengan Rapel lewat DM. Dari beberapa kali pertukaran DM, status Rapel sebagai mitra Tetrapak masih belum jelas juga sampai saat ini. Pengepul sampah Rapel yang mengkolek sampah kami juga tidak tahu tentang kejelasannya. Barangkali mereka juga minim informasi. Yang mereka tahu bahwa kemasan Tetrapak sudah tidak bisa lagi diterima. Sayang sekali. Padahal menurut saya Tetrapak bisa menjadi perusahaan yang mempelopori aksi extender producer responsibility.

Sampai sekarang, semangat kami memilah sampah belum padam. Walaupun di beberapa titik sempat kurang semangat karena mendapati jumlah sampah yang dapat diterima oleh bank sampah dan pengepul semakin sedikit. Anak-anak juga sudah mulai terbiasa memilah sampah. Semoga kami terus konsisten memilah sampah dan bisa menularkan kebiasaan ini ke lingkungan terdekat kami. Harapan lainnya semoga pemerintah mulai memperhatikan sampah dengan lebih serius sebelum “kiamat lingkungan” akibat sampah yang tak terurus terjadi.

Related Posts

Leave a comment

(*) Required, Your email will not be published